Mr Alinafiah, MBA, dan hanya diangkat ke posisi tertinggi PT. Pos Indonesia, duduk diam dan berpikir secara mendalam di kantor besar di lantai tiga PT. Pos Indonesia Head Office, J1.Banda No 30, Bandung, Indonesia.
Dia terkejut dengan angka di depannya yang menjadi penyebab banyak perhatian akan kondisi perusahaan saat ini. Dia telah memulai karirnya di PT. Pos Indonesia dari bawah dan sebelumnya ia hanya dapat menganalisis kondisi perusahaan tapi tidak bisa berbuat banyak tentang hal itu. Namun, dengan kewenangan baru ditemukan, ia kini bisa melakukan sesuatu untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Salah satu alternatif yang terlintas dalam pikirannya beberapa minggu lalu: franchise perusahaan. Tapi apakah itu terobosan yang tepat? Dia masih belum bisa menjawab beberapa pertanyaan mendasar. Bagian mana dari total rantai layanan harus waralaba? Yang produk atau jasa dari PT Pos akan menarik bagi calon-calon pewaralaba?
Pertanyaan-pertanyaan ini terus menggangguku Mr Alinafiah selama berhari-hari. Ia kemudian memutuskan untuk membentuk tim yang dipimpin oleh Mr Karim Abdullah, koleganya di PT.POS Indonesia. Tim akan ditugaskan untuk menganalisis dan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Mudah-mudahan, perusahaan dapat meningkatkan kinerja dan bergerak terus.
Awal Tahun dan Pertumbuhan
Pos Indonesia berdiri selama di Indonesia pra-kemerdekaan. Di bawah penjajah Belanda, itu bernama Pos Telegraph dan Telepon Authority (Jawatan Pos Telegraph dan Telpon, atau Jawatan PTT) dan diberi hak monopoli oleh Hindia Belanda untuk melayani baik pemerintah dan sektor publik. Kantor pos yang pertama didirikan dan terletak di kota Batavia (sekarang Jakarta). Kemudian, Jawatan PTT berganti nama menjadi PN POS dan Giro.
Sebuah pembangunan yang diantar dalam perubahan besar untuk PN Pos dan Giro datang pada tahun 1984 dengan berlalunya UU Pemerintah Nomor 6 tahun 1984. Peraturan ini dihapuskan hak-hak monopoli PN Pos dan Giro, dan mengizinkan